Oudejans pun menasehatinya, "Jakob, guru sudah banyak, wartawan tidak." Pertemuannya dengan Petrus Kanisius Ojong ( PK Ojong) pada 1958 dalam sebuah kegiatan jurnalistik, mendoronya untuk mendirikan majalah Intisari.
Ojong sendiri sebelumnya juga sudah aktif di dunia jurnalistik, sebagai pimpinan harian Keng Po dan mingguan Star Weekly.
Namun, pada 1958, Keng Po diberangus pemerintah. Nasib yang sama dialami oleh Star Weekly pada 1961.
Keduanya tak disukai pemerintah karena sikap kritisnya.
Pada tahun 1963, majalah Intisari resmi berdiri dengan misi mendobrak kekangan politik isolasi yang dilakukan pemerintah.
Beberapa nama hebat pada zaman itu direkrut sebagai wartawan, di antaranya Nugroho Notosusanto yang kelak menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Orde Baru; Soe Hok Djin yang berganti nama menjadi Arief Budiman; Soe Hok Gie adik dari Soe Hok Djin yang dikenang sebagai aktivis mahasiswa 1966; dan Kapten Ben Mboi yang kelak menjadi Gubernur NTT.
Namun, setelah Intisari berdiri, Menteri Perkebunan Frans Seda dari Partai Katolik, meminta keduanya untuk mendirikan surat kabar Partai Katolik.
Permintaan itu berasal dari permintaan Menteri/Panglima TNI AD Letjen Ahmad Yani, yang melihat hampir semua partai kala itu memiliki corong partai.
Perlu diketahui, saat itu ada tiga kekuatan politik besar.
Pertama, Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Kepala Pemerintahan yang mengonsolidasikan kekuatan dan kekuasaan politiknya melalui pengembangan demokrasi terpimpin.