"Saya stop bus yang lewat. Turun di terminal bus Wuji. Terus saya stop taksi minta diantar ke kantor polisi setempat. Saat itu saya tidak bawa paspor," tuturnya.
"Saya sampai di kantor polisi di Provinsi Hebei. Tapi saya malah ditahan dan ditanya ngapain di sini. Saya bilang, saya menikah tapi tidak bawa paspor. Saya bilang tolong hubungi KBRI," lanjutnya.
Saat seorang staf KBRI menyambanginya di kantor polisi, Mon menceritakan semua kisahnya, termasuk menjadi korban kekerasan fisik.
Polisi setempat pun tahu alasannya kabur.
"Polisi lalu panggil suami saya dan disuruh balikin paspor saya. Tapi saya malah dibawa ipar saya ke sebuah apartemen di Wuhan," katanya.
Singkat cerita, Mon lagi-lagi kabur dari apartemen itu. Dia lalu menghubungi anggota Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Mahadir.
Di sana, dia dibantu mengurus kepulangan ke Indonesia.
"Saya baru tiba di Indonesia kemarin siang," katanya.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat, sejak April 2019, ada 13 perempuan asal Kalimantan Barat yang diduga menjadi korban perdagangan orang.
Dari jumlah itu, sembilan perempuan sudah dipulangkan.
Sementara itu, di Jawa Barat tercatat ada 16 perempuan yang menjadi korban serupa.
Untuk kasus Mon, orangtuanya sudah melapor ke kepolisian setempat pada 10 Desember 2018 atas sangkaan tindak pidana perdagangan orang.