"Memungut dan menjual sampah bukan semata-mata untuk menambah penghasilan dan pendapatan tetapi lebih pada panggilan jiwa atas tanggungjawab kebersihan lingkungan," ujar Karolus, kepada Kompas.com, Jumat (22/10/2021).
Bagi sarjana S1 jebolan Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero, NTT ini, menjadi pemulung justru karena kecintaannya pada lingkungan.
"Sampah memang peluang menghasilkan uang, tapi bukan sekadar tujuan itu yang saya kejar. Saya cinta kebersihan," kata Karolus.
Aksi memungut sampah juga bahkan menjadi 'aksi protes' bagi magister pendidikan jebolan Universitas Negeri Malang Jawa Timur ini atas rendahnya kesadaran masyarakat Kota Kupang menjaga kebersihan.
"Dari atas mobil, mereka (warga menengah keatas) membuang sampah begitu saja tanpa ada kesadaran akan kebersihan," kata dia.
Kisah serupa pun juga pernah terungkap pada tahun 2014 silam.
Seorang dosen asal Malang mengumpulkan barang bekas dari sekeliling rumahnya.
Benda-benda itu bukan untuk dijual, tetapi untuk kembali diolah menjadi alat peraga pendidikan.
Melansir Tribunnews.com, adalah Winarto, Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Malang.
Dia juga adalah ahli alat peraga pendidikan di Indonesia. Karena sudah menyandang ahli, maka tidak heran jika ia mahir dalam membuat seluruh alat peraga pendidikan.
Selama empat tahun berkecimpung di dunia tersebut, Winarto sudah membuat 100 alat peraga pendidikan dari barang bekas.