Sejak itu, ia harus hidup di panti asuhan dan pisah dengan keluarga demi bisa sekolah.
Selama di panti asuhan, Mundholin pun dididik mandiri dari mencuci baju sendiri, merapikan kamar, bersih-bersih, menyapu, mengepel hingga memasak sendiri.
Ketika masuk SMP, Mundholin mengaku sangat senang kendati jarak sekolah dengan panti asuhan sekitar 7 kilometer.
Perjalanan itu Mundholin tempuh dengan berjalan kaki ketika berangkat dan pulang sekolah.
"Kadang bonceng teman yang memakai sepeda ontel. Kalau tidak ada boncengan ya terpaksa jalan kaki," kata Mundholin.
Demi meraih cita-cita ke perguruan tinggi, Mundholin setia menjalani kehidupannya dengan penuh semangat.
Meski sering dipandang sebelah mata oleh teman-temannya karena status sosialnya sebagai anak panti asuhan.
Perasaan minder, tidak percaya diri hingga merasa dikucilkan membuncah dalam benak Mundholin namun diabaikan karena semangat belajarnya.
Karena ketekunannya belajar, prestasinya pun sangat baik.