"Saya kerja untuk beli makan obat sang suami. Saya kerja mendata perolehan sawit 1 orang dan kelompok (checker). Sejak suami sakit, perusahaan memberi keringanan. Saya kerja bersih di sekitar kantor saja. Penghasilan saya waktu itu 1.000 ringgit per bulan. Kalau dirupiahkan bisa Rp 3 juta lebih," ujarnya.
Ia mengatakan, sebenarnya gaji yang ada tidak cukup tetapi dicukupkan saja untuk memenuhi kebutuhan.
"Kadang kalau uang tidak cukup, saya tunggu makan dari teman kerja. Uang sendiri itu utamakan untuk beli obat sang suami," katanya.
Ia melanjutkan, kendala lain yang dialami saat berada di Malaysia adalah tidak ada keluarga untuk membantu sang suami apabila hendak berobat ke klinik.
"Kalau mau masuk ke klinik orang-orang yang bantu antar ke rumah sakit. Untung teman-teman bisa bantu kami," lanjutnya.
Melansir dari Tribun Jabar, Barbara Adinda dan suaminya kembali ke tanah kelahiran di Kabupaten Sikka, Flores, pada 2016 karena paspor Ambrosius tak bisa diperpanjang lagi.
Baca Juga: Geram Temukan Video Mesum Suaminya Tapi Malah Diusir Dari Rumah, Istri Polisi Ancam Lakukan Hal Ini
"Dari 2014 sampai sekarang saya tetap merawat dia. Kalau saya tidak merawat dia siapa lagi. Untuk buang air besar dia harus pakai obat perangsang. Kencingnya pakai kateter. Dia juga pakai pampers," ujarnya.
"Suami mau BAB kan harus dibantu. Jadi saya tidak bisa keluar jauh memang. Di sini juga yang ada sayaa dan dia saja. Bapa-mamanya sudah meninggal dunia. Suami saya ini anak yatim piatu," katanya.
Untuk pengobatan, Barbara mengatakan bahwa Kartu Indonesia Sehat (KIS) milik suami tak bisa digunakan.