Ia menuturkan, suaminya bekerja di perusahaan kelapa sawit sebagai buruh.
Setiap hari, sang suami melakukan aktivitas memasukkan buah kelapa sawit dari tempat penampung ke dalam truk untuk diantar ke gudang perusahaan.
"Pas dia lagi kerja kasih masuk ke truk, tiba-tiba papan tempat penampungan patah. Ia jatuh dan tertindih papan yang bermuatan sawit yang beratnya sekitar 28 ton lebih. Dia tertindih itu selama setengah jam," katanya.
Ia melanjutkan, rekan-rekan kerja menyelamatkan suaminya dari kecelakannya dan langsung mengantar ke klinik perusahaan.
Dari klinik lalu diantar ke rumah sakit Laha Dato kemudian ke Sandakan dan terakhir di Keke.
"Dia dirawat di 3 rumah sakit memang. Di Laha Dato dan Sandakan tidak ada alat untuk sambung tulangnya yang patah. Makanya diantar ke Keke. Setelah pasang alat itu di Keke, baru kembali ke Lahadato untuk melaksanakan perawatan lanjutan," lanjutnya.
"Dia 2 bulan dirawat di rumah sakit. Menurut dokter, suami saya alami patah tulang saraf bagian belakang. Tidak bisa disambung lagi. Kecuali mukjizat Tuhan baru bisa sembuh. Bayar pengobatan, ditanggung perusahaan dengan potongan asuransi," katanya.
Ia menceritakan, sejak keluar dari rumah sakit ia dan sang suami menempati rumah yang disiapkan perusahaan.
"2 tahun kami bertahan di Malaysia. Hidup di rumah perusahaan. 1 bulan setelah keluar dari rumah sakit biaya hidup ditanggung perusahaan. Setelah itu, saya sendiri yang kerja cari uang untuk kebutuhan dan beli obat suami," katanya dengan penuh sedih.
Meski sedih dengan keadaan suaminya, Barbara tidak putus asa dan menjaga suaminya dengan tulus.