Ketidakmampuan pemimpin mengolah masukan berpotensi menimbulkan sifat otoriter dalam bekerja.
Misal, pada saat rapat bulanan, ada anggota tim ingin menyampaikan kritik terkait strategi penjualan bulan lalu yang dianggap kurang efektif.
Namun, alih-alih menerima, pemimpin bersikap defensif karena menganggap kritik tersebut menyerang keputusannya sebagai orang dengan kekuasaan tertinggi.
2. Mementingkan Diri Sendiri
Pemimpin yang toxic selalu bersikap egois dan selalu mementingkan pencapaian dirinya sendiri.
Contoh, ketika sebuah divisi dalam suatu perusahaan berhasil mencapai target yang ditentukan, pemimpin toxic akan langsung mengklaim kesuksesan tersebut karena usahanya sendiri, bukan karena usaha bersama.
3. Inkonsisten dan Selalu Berbohong
Pemimpin toxic tidak pernah memberikan instruksi yang jelas, selalu berbohong, dan mengadu domba karyawan ketika terjadi sebuah kesalahan.
Dalam arti lain, perilaku ini juga dapat disebut sebagai gaslighting, yaitu mempermainkan emosi seseorang lewat tuduhan-tuduhan negatif yang melenceng dari kenyataan.
Misalnya, saat klien melakukan komplain karena hasil kerja sama tidak sesuai dengan yang dijanjikan karena kurangnya briefing dari pimpinan ke karyawan, pemimpin justru mencari cara untuk lepas dari tanggung jawab dan menyalahkan karyawannya.
4. Perilaku Diskriminasi