“Ada yang mau melahirkan, diantar oleh mereka sendiri, saat ditanya mana suaminya, alasannya suaminya kerja di luar kota, jadi begitu selesai melahirkan, bayar langsung pulang, tidak urus surat-surat anaknya,” katanya.
Menurut Diah, dirinya mendampingi langsung kasus ini dan bicara langsung dengan para korban hingga detail bagaimana kehidupan mereka sehari-hari di tempat tersebut.
Itu lah sebabnya Diah merasakan betul kegetiran yang dialami anak-anak yang jadi korban tindak asusila HW.
"Merinding saya kalau ingat cerita-cerita mereka selama di sana diperlakukan oleh pelaku,” katanya.
Bukan korban tidak melawan, namun pelaku melakukan doktrinasi kepada para korban.
Bahkan pelaku kerap mengancam kepada anak-anak.
Bertahun-tahun lamanya kondisi ini terjadi.
Kian miris saat orangtua mereka tak bisa bebas menengok mereka.
“Orangtua tidak diberi kebebasan menengok anak-anak, anak-anak juga tidak bebas pulang, paling kalau mau Lebaran, hanya 3 hari, itu pun diancam dilarang melapor pada orangtuanya,” katanya.
Para korban, ujar Diah merupakan anak-anak yang sangat lugu ketika masuk ke yayasan tersebut.
Maka dari itu dengan mudah pelaku memperdaya mereka dengan berbagai dalih dan alasan untuk membenarkan apa yang dilakukan pelaku pada korban.