Sementara, kasus infeksi B.1.1.529 pertama yang terkonfirmasi diketahui berasal dari spesimen yang dikumpulkan pada 9 November 2021.
Ada beberapa alasan yang membuatnya menduga varian Omicron sudah masuk Indonesia.
Pertama, sebagian besar kasus karena Omicron tanpa atau hanya gejala ringan, seperti juga laporan dari Afrika Selatan dan beberapa negara lain yang sudah melaporkan kasusnya.
Kedua, jumlah tes PCR Indonesia yang masih di bawah ambang, meskipun rata-rata tes dilaporkan antara 180-200 ribu per hari.
"Tapi yang banyak itu tes antigen, sekarang PCR tinggal sekitar 15 persen saja dari total tes. Rata-rata sekitar 30 ribu/hari," kata Tonang.
"Padahal minimal 39 ribu/hari. Itu minimal. Itu juga dengan syarat merata. Sayangnya, 40-50 persen dari jumlah PCR itu di Jakarta saja. Sisanya dibagi 33 provinsi lainnya," ujar dia.
Tonang mengatakan, tes antigen memang masih bisa mendeteksi Omicron, karena targetnya protein N, bukan protein S.
"Tapi tes antigen itu baru positif bila viral load tinggi. Kalau sudah menurun, PCR yang tepat untuk mendeteksinya," kata Tonang.
Dia menjelaskan, walaupun antibodi sedang atau sudah mulai menurun, tapi yang pernah terinfeksi atau tervaksinasi itu masih memiliki sel memori.
Sehingga, ketika terjadi infeksi ulang, maka viral load (jumlah virus yang berhasil menginfeksi) cenderung rendah dan masa bertahannya di dalam saluran nafas jauh lebih singkat.