Setiap hari, ia telah melintasi tempat yang sama, jalan di tempat dan pohon yang sama.
Terlebih karena ia sudah melakukan ini sejak usia 15 tahun.
Saat panen besar,ParjandanKamsihbisa meraup Rp 1.500.000 dalam satu bulan.
Tapi, kataParjan, semua habis untuk biaya sekolah anak.
“Uang jajan (karena di pondok), uang baju sekolah, uang kitab. Palingan sisa Rp 500.000 untuk makan dalam satu bulan. Bahkan, LKS untuk 9 mata pelajaran belum dibayar, meski Rp 60.000,” ujarParjan.
Itu belum termasuk kegiatan kemasyarakatan yang kerap mengeluarkan sumbangan, seperti hajatan, kegiatan gotong royong, lelayu, dan lainnya.
“Seperti hari ini, ya jadinya hanya masak nasi dan goreng tempe saja. Tidak apa prihatin. Ini untuk anak,” kata Kamsih, istri Parjan.
Dilansir dari Kompas.com, kebutaan permanen yang dialamiParjantak terjadi sejak kecil.
Parjan divonis mengalami kebutaan di usia 35 tahun yang saat itu, anakParjanyang kedua baru berusia delapan bulan.
Dokter memvonisParjanakan mengalami kebutaan permanen.
Vonis itu tentu membuat hati hancur, namun, kasihnya padaKamsihdan kedua anaknya begitu besar.