Penurunan tanah per tahun tergantung lokasi, paling tinggi, yang diukur, sekitar 14 sentimeter sampai 14,5 sentimeter.
"Tapi, ada lokasi lain yang mengalami penurunan lebih dalam. Kalau dipukul rata, penurunan terjadi sedalam 7,5 sentimeter per tahun. Di Pluit termasuk paling cepat," ungkap Eko.
Menurutnya, jika terjadi kebocoran, pada tahun 2050, air laut bisa mencapai tengah kota dan bisa menyebabkan kerugian yang besar.
Bukan hanya kerugian materi, melainkan juga banyak orang terancam kehilangan lapangan kerja.
"Pada 2050, kalau air laut bisa sampai tengah kota. Bayangkan berapa kerugiannya. Kami prediksi kerugiannya akan mencapai 200 miliar dollar AS (Rp 2.361 triliun). Itu belum termasuk 1,5 juta lapangan kerja yang hilang dan masyarakat yang harus pindah," papar Eko.
Bahaya amblesnya tanah di Jakarta ini diperkuat penelitian pada tahun 2015 yang dilakukan oleh HZ Abidin, H Andreas, I Gumilar, dan IRR Wibowo dariKelompok Riset Geodesi, Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dampak penurunan tanah di Jakarta dapat dilihat pada beberapa bentuk, seperti retak bangunan dan infrastruktur, perubahan sungai dan sistem aliran drainase, perluasan pesisir, tidak berfungsinya sistem drainase, dan peningkatan intrusi air laut.
Di wilayah pesisir Jakarta yang memiliki tingkat penurunan tanah yang relatif lebih tinggi, dampaknya akan terjadi berupa banjir pantai saat air pasang.
Banjir pesisir yang berulang kali ini tidak hanya merusak fungsi bangunan dan infrastruktur, tetapi juga berdampak buruk kualitas lingkungan hidup dan kehidupan.