"Contohnya orang yang makan-makan obat-obatan tertentu, atau orang sedang kena penyakit, ya umpamanya dia itu penyakit leukemia, atau gangguan imunodefisiensi, sehingga dia gampang tertular. Juga orang-orang yang begitu nggak boleh diimunisasi, karena dia tidak akan terbentuk responnya," ujar Kusnandi.
Dengan demikian, semua orang tetap harus menjalankan protokol kesehatan supaya tidak tertular atau menulari orang lain.
Walaupun diketahui, orang yang dinyatakan positif Covid-19 setelah mendapat vaksinasi, hanya mengalami gejala ringan.
"Semua harus tetap melakukan protokol kesehatan. Vaksin saja kurang. Orang yang divaksin, enggak ikut protokol kesehatan, dia bisa menularkan penyakit ke orang lain. Karena kumannya itu kan ada di baju, ada di leher, ada di semua. Kalau sembarangan, dia akan menularkan karena kuman ada di badan dia," katanya.
Menjadi Landasan Penghitungan Efikasi
Perbandingan jumlah relawan yang terkena Covid-19 tersebut, kemudian dihitung untuk mendapatkan persentase efikasi atau kemanjuran vaksin.
Adanya relawan yang positif Covid-19 ini, kata Kuswandi, memang sudah diperkirakan.
Inilah sebabnya uji klinis tahap 3 dilakukan di negara-negara yang masih terjadi wabah, bukan di China yang wabahnya sudah sangat terkendali.
Dengan efikasi yang mencapai 65,3 persen di Indonesia ini, vaksin tersebut dinyatakan sudah dapat digunakan karena sudah melampaui syarat dari WHO, yakni harus di atas 50 persen.
Jika sudah memenuhi syarat itu, barulah bisa menerbitkan Emergency Use Authorization atau izin untuk otorisasi penggunaan darurat, sebelum uji klinis selesai.