Ia menilai, dalam kasus video pribadi Gisel juga sudah ada penyebar yang ditetapkan sebagai tersangka. Artinya, penyebar dan Gisel menjadi dua kubu yang berbeda. Penyebar pun menyebarkan video tanpa persetujuan pemilik dan posisi (pemilik) sebagai korban.
Terkait UU ITE, Akbar berpendapat UU ini menjadi perdebatan. Penyebar dikenakan UU ITE, sementara Gisel disangkakan dengan pasal utama pornografi.
“Pornografi lebih khusus, harusnya yang berlaku UU Pornografi untuk kasus Gisel, tidak bisa dipidana,” ucapnya.
Di sisi lain, melansir dari Kompas.com, Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai polisi sudah bekerja sesuai UU dalam penetapan tersangka Gisel dan MYD. Abdul Fickar mengakui, Gisel dan MYD sebenarnya tidak bisa dipidana jika merekam aktivitas seks mereka untuk kepentingan pribadi.
Namun, pembuat video bisa dijerat karena kecerobohannya telah membuat konten itu tersebar luas ke publik.
"Kalau tersebar tanpa sepengetahuan dia, artinya dia tidak hati-hati sehingga membuat video itu tersebar luas," kata Abdul Fickar.
Gisel sendiri, saat berkonsultasi kepada pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, mengaku kehilangan ponselnya tiga tahun lalu. Abdul Fickar menilai harusnya saat itu Gisel langsung melapor ke polisi.
"Kalau handphone hilang kita tahu ada konten pornografi harusnya lapor polisi. Jadi bisa mendapat proteksi yuridis tak bertanggungjawab sejak handphone itu hilang," ujar Abdul Fickar.
GridPop.ID (*)