Hal itu yang dirasakan salah seorang teman Mujianto yang merupakan pekerja migran ilegal asal Flores, NTT.
Foto tikus sedang dibakar di atas panggangan seadanya dikirim Mujianto ke Kompas.com.
Mujianto mengatakan, itu dilakukan untuk menutupi kebutuhan makan setiap hari karena tidak adanya pendapatan penuh yang mereka terima.
"Sampai ada yang seperti ini, Mas, keadaan teman di Sarawak untuk mengurangi biaya belanja," ujar Mujianto ketika dihubungi, Selasa (7/4/2020).
Mujianto mengungkapkan, rata-rata para pekerja migran ilegal yang tak mendapat upah penuh bekerja di sektor informal.
Di mana gaji harian menjadi sumber pemasukan utama mereka, seperti bekerja menjadi sopir truk hingga tukang potong buah.
Namun demikian, para pekerja migran resmi tak berdiam diri. Sebagian dari mereka turut turun tangan membantu nasib sesama warga negara Indonesia (WNI) tersebut.
Sebaliknya, Ia mengungkapkan bahwa perwakilan RI di Malaysia sejauh ini belum ada tanda-tanda memberikan pertolongan terhadap nasib warganya, baik itu migran resmi maupun ilegal.
Mujianto mengungkapkan, akibat kebijakan lockdown tersebut, suasana di Sarawak saat ini sepi.
Ia mengatakan, otoritas setempat juga memberlakukan kebijakan di mana warga hanya memperbolehkan belanja berlangsung pada pukul 07.00 sampai 09.00 waktu setempat dan sore pukul 17.00 sampai jam 19.00 waktu setempat.