Pejabat berwenang China telah mengisolasi Wuhan dan beberapa kota lainnya, tetapi virus terus menyebar.
Para ekonom masih berusaha untuk menghitung biaya potensial epidemi karena ciri-ciri uniknya.
Mengutip CNN, penyakit ini dapat jauh lebih merusak daripada bencana alam seperti angin topan, tsunami, atau hal-hal yang tidak terduga lainnya.
Berdasarkan penelitian dari Bank Dunia, pandemi yang parah dapat menyebabkan kerugian ekonomi setara dengan hampir 5 persen dari PDB global atau lebih dari tiga triliun dollar AS.
Sementara, kerugian dari pandemi flu lainnya, seperti flu babi pada tahun 2009, menghasilkan kerugian sebesar 0,5 persen dari PDB global.
Sebuah pernyataan dalam laporan pandemi dari Bank Dunia tahun 2013 menyebutkan bahwa pandemi yang parah dapat menyerupai dampak dari perang global yang tiba-tiba, mendalam, dan meluas.
Virus yang ada bukanlah faktor pendorong di balik kerugian yang dialami. Akan tetapi, bagaimana konsumen, bisnis, dan pemerintah merespon wabah tersebutlah yang memiliki peran paling besar.
Orang-orang cenderung akan tinggal di rumah selama wabah untuk menghindari sakit, mencegah mereka untuk bepergian, belanja, ataupun bekerja. Akibatnya, permintaan barang konsumsi dan energi pun terbatasi.
Perusahaan-perusahaan dan pemerintah pun menutup toko dan pabrik, membatasi produksi.
Menurut ketua kelompok ekonom di Capital Economics, Neil Shearing, pandemi sebelumnya menunjukkan bahwa ekonomi China memiliki kemungkinan terdampak secara signifikan pada kuartal pertama.