Akibat retakkan leher "sederhana" itu, tercipta gumpalan darah yang memicu stroke dan menyebabkan kelumpuhan di tubuh bagian kiri Kunicki.
Menurut John Hopkins Medicine, ketika seseorang meretakkan leher, punggung, atau jari mereka, bunyi itu berasal dari "gelembung" nitrogen di dalam kapsul yang melindungi persendian atau ligamen saat mereka meregangkan dan membenturkan kembali ke tempatnya.
Pada kebanyakan kasus, kebiasaan ini tidak berbahaya. Namun jika bunyi itu dirasakan oleh rasa sakit atau bengkak, bisa jadi ada indikasi cedera dan perlu perhatian medis
Dr Robert Glatter, dokter darurat di Lenox Hill Hospital, New York City menyebut bahwa secara umum retakkan leher perlu dihindari.
Baca Juga : Ungkit Bantuan Usai Shalat Jumat, Caleg Gagal Bikin Warga Emosi dan Kembalikan Karpet Lalu Usir dari Masjid
Hal ini karena bisa menyebabkan pecahnya dinding pembuluh darah kritis yang memasok darah ke otak.
"Robekan di dinding pembuluh darah dapat menyebabkan stroke jika gumpalan darah terbentuk di lokasi cedera, dan kemudian pecah dan memnlokir aliran darah ke otak," ungkap Glatter dikutip dari Live Science, Jumat (19/04/2019).
Tak hanya itu, menurut Glatter, meretakkan leher juga dapat merusak saraf, ligamen, dan tulang.Dalam kasus Kunicki, dia bahkan tidak berusaha untuk meretakkan lehernya.
"Saya baru saja bergerak, dan itu (bunyi krek) terjadi," katanya kepada situs berita Inggris Unilad.
Ahli bedah Kunicki mampu memperbaiki arteri yang rusak, meskipun mereka tidak dapat menghilangkan bekuan darah yang terbentuk.
Meski begitu, gumpalan darah itu diperkirakan akan larut seiring waktu tanpa menyebabkan kerusakan lebih lanjut.