Ketika itu, Jason sama sekali tak mengerti dengan apa yang dilakukan ibunya terhadap dirinya tersebut. Ibu Jason hanya berkata, bahwa Jason akan menyetujui apa yang dilakukannya tersebut suatu hari nanti.
Kisah Jason berlanjut, 15 tahun kemudian, ketika Jason sudah menjadi manajer rumah sakit dan bertemu wanita yang dicintainya yaitu Emily, Jason kemudian menikahinya dan berkeinginan memiliki anak.
Tapi sayang, ternyata Jason dinyatakan mandul karena saat masih remaja ia pernah mengalami kemoterapi dan radiasi.
"Setelah kami menikah, kami mulai berbicara tentang memiliki anak segera. Kami berdua mencintai anak-anak dan sangat ingin memiliki keluarga." kata Jason.
Saat itulah Jason kemudian ingat dengan apa yang pernah dilakukan ibunya, ia ingat bahwa spermanya pernah dibekukan dan disimpan di bank sperma.
Jason dan Emily kemudian memutuskan untuk mengikuti program bayi tabung di Rumah Sakit Anak yang berafiliasi dengan University of Colorado (OB-GYN University of Colorado).
"Ketika Anda berada di awal perjalanan ini, itu menakutkan. Ada begitu banyak pertanyaan dan begitu banyak ketidakpastian," kata Jason.
Jason dan Emily awalnya mempertimbangkan inseminasi intrauterin (IUI), tetapi mengetahui bahwa sampel sperma mereka terbatas, mereka akhirnya memutuskan untuk menjalani fertilisasi in vitro (IVF) untuk meningkatkan peluang keberhasilan mereka.
Sepanjang proses IVF, pasangan ini sangat bergantung pada wawasan dan dukungan Dr. Santoro yang merupakan direktur program.
Ketika tiba saatnya untuk melakukan pengambilan telur Emily, pasangan itu sangat senang mengetahui bahwa mereka bisa mendapatkan dengan 18 telur yang nantinya akan digunakan untuk dibuahi dengan sperma Jason yang sudah lama diawetkan.