Terlebih lagi bila yang melakukan adalah ayah kandungnya. Oleh karena itu pelakunya harus dihukum berat” tegasnya.
Terkait suara korban yang masih anak-anak juga harus didengarkan serta diperhatikan, tak terkecuali dengan suara dari ibu korban.
"Bayangkan saja mereka adalah anak-anak kita sendiri” kata Jaleswari yang juga berlatar belakang aktivis perempuan ini.
“Oleh karena itu, kalau memang ditemukan adanya kejanggalan dan kesalahan dalam proses penyelidikan oleh Polres Luwu Timur yang menyebabkan diberhentikannya proses penyelidikan pada akhir tahun 2019 yang lalu,
atau ditemukannya bukti baru sebagaimana disampaikan oleh Ibu korban dan LBH Makassar, maka kami berharap Kapolri bisa memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus tersebut” jelasnya.
Selain itu, ia berujar, kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual pada anak serta penghentian penyelidikan dengan alasan tidak adanya bukti ini semakin memperkuat urgensi pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang mengandung norma khusus terkait tindak pidana kekerasan seksual.
Seperti diketahui, kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan ayah kandung (SA) terhadap ketiga anaknya AL (8),MR (6), dan AS (4) mencuat setelah sang ibu korban RS melaporkan pada sejumlah pihak terkait dan juga polisi.
Akan tetapi, proses penyelidikan justru terhenti secara sepihak.
Terbaru, dilansir dari Tribunmedan.com, SA kini berani angkat bicara dan mengatakan bahwa orang-orang tak memahami kejadian yang sebenarnya.
SA berujar, RS memaksakan kehendak dan ia juga membantah terkait anggapan dirinya bisa memengaruhi proses penyelidikan kasus ini hingga berujung penghentian oleh polisi.
"Terus kalau kita mau secara analisa atau logika, saya ini siapa mau mempengaruhi ini (kasus).