Alhasil temuan itu dijadikan pajangan dan diletakkan di lantai, bahkan tak jarang digunakan sebagai bantalan punggung.
“Setiap kali mau meluruskan punggung, saya tiduran dan mengganjal punggung pakai batu ini. Rasa badan enak setelah bangun,” kata Tumijo.
Rupanya batu tersebut menarik perhatian BPCB DIY dan BPSMP Sangiran hingga akhirnya pada, Jumat (10/9/2021) pihak balai pelestarian tersebut meminjam benda itu untuk mengumpulkan data dari lokasi penemuan.
Selain itu, petugas juga mendatangi beberapa lokasi temuan lain di pekarangan rumah Tumijo.
Ia lantas menceritakan, dari hasil pengamatan dan keahlian mereka terkait peta kawasan masa lampau, mereka menceritakan kalau wilayah itu dulunya laut dangkal dan satwa paus dapat hidup pada kedalaman 15-30 meter.
“Mereka mengatakan di sini tidak bisa kurang dari 5 juta tahun,” kata Tumijo.
Akan tetapi, semuanya masih perlu penelitian lebih jauh dan akhirnya fosil diamankan balai pelestarian.
Meski ada temuan fosil di pekarangan rumahnya, Tumijo mengaku tidak terlalu terkejut lantaran ia telah mendengar cerita dari para orang tua terdahulu bahwa kawasan yang ditinggalinya adalah hutan belantara dan rawa-rawa.
Tumijo kini menunggu hasil penelitian itu sekaligus ingin memastikan langkah pemerintah berikutnya atas temuan ini.
“Bila dikehendaki negara, harapan saya ada jalan keluar untuk keturunan kami. Kalau untuk ilmu pengetahuan silakan,” kata Tumijo.
Sementara itu dilansir dari Tribunvideo.com, beberapa waktu lalu juga ditemukan fosil spesies paus unik yang berusia 43 juta tahun oleh ilmuwan Mesir.