"Nanti saya akan bicarakan dengan Kementerian Perhubungan supaya jadi lebih sifatnya insentif yang diberikan ke masyarakat kalau mereka melakukan vaksinasi," ujarnya.
Lebih lanjut, Budi mengatakan, pemberian sertifikat ini akan mendukung penerapan protokol kesehatan.
Ia mengatakan, warga yang ingin berkumpul atau mengunjungi pasar bisa menunjukkan sertifikat digital kesehatan tersebut melalui aplikasi.
"Nanti kami cari aplikasinya bisa dibikin anak-anak muda Indonesia agar bisa menjadi mekanisme screening yang baik dan online," pungkasnya.
Di sisi lain, Epidemiolog justru tak sejalan pendapat Menkes tersebut.
Melansir dari Kompas.com, Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman berpendapat pemberian sertifikat sebagai bukti telah menerima suntik vaksin Covid-19 justru berbahaya.
Menurutnya, sertifikat yang rencananya dapat digunakan sebagai pengganti syarat tes swab pada saat bepergian ini justru akan memberikan rasa aman yang palsu kepada masyarakat.
Selain itu, masyarakat berpotensi lengah terhadap potensi tertular Covid-19 karena merasa sudah punya bukti dan tidak perlu menjalani pemeriksaan swab.
"Berbahaya sekali itu. Artinya kalau mau ada sertifikat untuk bisa digunakan ke sana, sini itu salah. Tidak tepat dan berbahaya. Sebab orang akan merasa aman palsu dan malah jadi lengah dari potensi penularan Covid-19," ujar Dicky.
Menurutnya, pemberian vaksin memang memberi keamanan, tetapi hanya untuk diri individu itu sendiri.