Dari situ dia banyak berkegiatan di bidang seni, bertemu banyak komunitas, sambil tetap belajar tari di padepokan Bagong Kusidihardjo.
Hanya saja saat itu, masih belum ada dalam pikirannya akan dibawa ke mana arah jalan hidupnya nanti.
"Sebenarnya di Yogya itupun aku masih berpikiran 'aku masih enjoy dalam berkesenian' jadi apa yang aku lakukan, aku enjoy, jadi aku itu enggak punya ke depannya aku mau jadi apa, aku itu enggak tahu," ujar seniman yang kini berusia 40 tahun tersebut.
Demikian halnya saat Soimah memutuskan mengadu nasib di Jakarta. Tidak ada perasaan, cita-cita atau keinginan berlebih untuk mencoba panggung yang lebih besar atau keinginan lainnya.
"Ngalir kabeh uripku (mengalir semua hidupku). Aku enggak punya cita-cita, enggak kemrungsung (terburu-buru), pokoke sing penting," ucapnya terhenti dan berpikir.
Kemudian Soimah berkata, "Enggak ngerti aku, otakku neng endi yo ra paham", (otakku di mana juga nggak paham).
Namun satu yang pasti, Soimah mengatakan apa yang awal membawanya ke Jakarta adalah karena artikel Harian Kompas. Artikel itu berjudul "Sihir Soimah" yang membahas tentangnya hingga membuat dia banyak dipanggil stasiun televisi di Jakarta.
"Berita inilah yang membuat saya akhirnya di-calling TV-TV di Jakarta," kata Soimah sambil menunjukkan artikel koran tentang dirinya yang sudah dibingkai rapi.