Lalu, yang lebih fantastis termasuk klaim penutur bahasa Jepang yang dikenal memancarkan lebih sedikit tetesan yang sarat virus ketika berbicara, dibandingkan dengan bahasa lain.
Para ahli yang dikutip Bloomberg News juga membeberkan segudang faktor yang berkontribusi pada hasil tersebut.
Namun, di dalamnya tidak terpetakan paket kebijakan tunggal di Jepang yang dapat direplikasi di negara lain.
Di sisi lain, respons awal warga terhadap peningkatan infeksi menjadi sangat penting.
Ketika pemerintah pusat dikritik karena langkah-langkah kebijakannya yang dinilai lambat, para ahli memuji peran pelacak kontak di Jepang.
Fitur itu sudah berjalan setelah infeksi pertama ditemukan pada Januari.
Respons cepat semacam ini memang menjadi satu keunggulan inbuilt Jepang yakni lewat keberadaan pusat kesehatan publiknya.
Pusat kesehatan publik memiliki puluhan ribu tenaga paramedis yang sudah terlatih dalam menyusuri jejak infeksi di tahun 2018.
Pada masa-masa normal, para perawat tersebut terbiasa melacak infeksi yang lebih umum seperti influenza dan TBC.