Ia memilih menjadi pemasok makanan ringan dengan mengambil barang dari pasar kemudian dijual ke warung-warung.
“Saat itu sudah kelas 1 SD. Kalau di rumah ada stok barang, saya suka bawa chiki dan permen ke sekolah. Lalu saya jualan di sana dan margin keuntungannya buat saya,” jelas Hengky.
Selain makanan ringan dan permen, Hengky Kurniawan juga berjualan es sirup. Es itu ia buat bersama kakak-kakaknya dan dijual di sekolah hingga kelas 6 SD.
Untuk menambah pemasukan, Hengky Kurniawan menjadi pemulung, namun, bukan pemulung keliling.
“Rumah saya dekat Gedung Pemuda, gedung serbaguna yang besar. Dalam seminggu suka ada tiga kali acara. Apalagi pas weekend banyak orang berada menikah di sana,” ucapnya.
Sampah yang dikumpulkan Hengky seperti kardus dan gelas air mineral. Kemudian, sampah itu dijual Hengky Kurniawan.
Memasuki SMA, pekerjaan Hengky bertambah seiring bisnis barunya sang ayah menjadi agen oli motor. Sehari-hari ia mengendarai pikap untuk memasukkan oli ke warung-warung.
Dus oli itu tidak diturunkan di warung, tapi dikumpulkan Hengky dan dijual. Hasilnya sekitar Rp 150.000 per bulan, uang yang cukup besar di tahun 1998.
Ia pun meneruskan sekolah dengan mengmabil kuliah jurusan politik dengan uang hasil penjualan kardus.
Hingga suatu hari di tahun 2002, saat ia mengantarkan pacarnya untuk casting , Hengky pun diminta sekalian untuk ikut casting.