Itulah yang terjadi, di hari kelima Tanri Abeng bertugas sebagai praktisi manajemen di bawah kepemimpinan Soeharto.
Ia sudah harus membenahi kemelut yang begitu kompleks di ranah kerja orang lain.
Menurut Tanri Abeng, data-data dari berkas yang diterimanya memperlihatkan tidak satupun dari direksi Garuda Indonesia saat itu yang tahu duduk persoalannya.
Melihat kondisi tersebut, Tanri Abeng berencana mengganti seluruhnya.
Tanri Abeng kembali ke kantor yang masih menumpang di Bappenas untuk membicarakannya dengan Marzuki Usman dan Ruru.
Mereka mempunyai pandangan yang sama, namun ada usulan untuk tidak mengganti dirutnya.
Hal ini lantaran dirut Garuda Indonesia saat itu adalah mantan ajudan Soeharto yang baru saja ditempatkan di sana.
Konon tidak ada yang bisa menggeser mantan ajudan yang ditugaskan Soeharto di suatu tempat.
Namun situasinya saat itu mengharuskan Tanri Abeng untuk memilih seorang praktisi yang kompeten dan disukai pasar.
Ia memutuskan untuk mengambil risiko tersebut.