Pemimpin gerakan pendukung ini, yaitu Elizabeth Cady Stanton dan Charlotte Perkins Gilman, menyukai lipstik merah karena kemampuannya untuk menunjukkan rasa berani.
Warna ini diadopsi sebagai tanda pemberontakan dan pembebasan.
"Tidak ada simbol yang lebih sempurna atas hak memilih daripada lipstik merah. Sebab, simbol tersebut sangat kuat, sangat perempuan," kata penulis Red Lipstick: An Ode to a Beauty Icon Rachel Felder sebagaimana dikutip CNN.
Menurut Felder, selama berabad-abad, lipstik merah telah menyimbolkan banyak hal. Mulai penggunaan awal oleh elit di Mesir kuno, prostitusi di Yunani kuno, hingga simbol kemewahan di Hollywood.
"Lipstik merah benar-benar menjadi cara untuk menelusuri sejarah budaya dan semangat masyarakat di waktu tertentu," tambah Felder.
Tetapi, hingga saat lipstik dipopulerkan pada awal abad ke-20, bibir merah seringkali diidentikan dengan wanita yang tidak sopan.
Dahulu, bibir merah bahkan sempat dipandang sebagai simbol berbaur dengan iblis.
"Riasan wajah atau make up sempat dikaitkan dengan feminitas misterius dan menakutkan ini," kata Felder.
Dalam bukunya, Felder menjelaskan, ketika gerakan hak memilih di Amerika mengadopsi simbol bibir merah ini, para rekan seperjuangan secara internasional pun turut melakukannya.
Terus berkembang